Sejarah Nagari Batu Bajanjang
Asal usul penduduk Nagari Batu Bajanjang sama dengan asal usul penduduk daerah Minangkabau pada umumnya, yaitu berasal dari daerah Pariangan Padang Panjang, kemudian dari Pariangan Padang Panjang terbentuklah Luhak Nan Tigo (Luhak Agam, Limo Puluh Koto dan Luhak Tanah Datar).
Dari Luhak Tanah Datar ini terjadi Kubuang Tigo Baleh yaitu Solok-Salayo, Tanjuang Bingkuang-Cupak, Gantuang Ciri-Guguk Sijawi jawi, Gauang Saok Laweh, Kinari-Muaro Paneh, Koto Gaek-Talang/Talago Dadok.
Kemudian dari Kubuang Tigo Baleh inilah terdiri dari Solok sebagai Ibu (enam suku) Bapak-Salayo, kemudian turun kenagari Koto Gadang Guguak dengan kata lain Kakak Guguak adiak koto Gadang koto Anau (Koto nan anam) yaitu terdiri dari Tanah sirah sungainyo janiah, Batu Banyak Kotonyo Laweh, Limau Lunggo Bajanjang Batu.
Nama Nagari Batu Bajanjang berasal dari suatu nama yaitu penemuan sebuah batu oleh ninik moyang dahulunya dimana sebuah batu yang berbentuk jenjang, yang mana dahulunya orang tua yang mula-mula pertama kali penemunya.
Kata Batu Bajanjang adalah suatu Batu Bak Janjang, maka itulah sebab nama nagari ini berasal dari Batu Bak Janjang dan akhirnya nama nagari ini menjadi Batu Bajanjang, kemudian dari Batu Bajanjang ini meneruskan perjalanannya ke suatu tempat yang sekarang bernama Bonjue (yang asal katanya Baunjue) atau tempat istirahat, dari Bonjue terus ke Perapatan (Tempat Pertemuan) dalam perjalanan, sambil mengadakan musyawarah disana bagaimana melanjutkan perjalanan selanjutnya.
Kemudian dari perapatan ini melanjutkan perjalanan kesuatu bukit yang sekarang bernama Bukik Tapi Aie (Bukit nan tak ado aie) dengan arti kata suatu tempat yang sangat sulit airnya sampai sekarang, disini mereka mulai mengembangkan pertaniannya dan diam serta tinggal selama bertahun-tahun lamanya.
Akhirnya mereka membentuk keluarga, rumah tangga ,tungganai kepala kaum sehingga menjadi Taratak, taratak menjadi Korong sehingga Korong ini diberi nama Korong Lambah, namanya sesuai dengan alamnya yaitu antara dua bukit ditepi sungai Batang Lembang (Suatu Korong yang letaknya disuatu lembah). Kemudian dari Korong Lambah ini terus berkembang kesebelah Barat dari Korong lambah, dengan kesepakatan di buatlah suatu tempat pertemuan umum yang diberi nama Balai Pertemuan Balai Bawah yang sampai sekarang bukti-bukti sejarah masih dirawat secara sederhana.
Selanjutnya dari sini perkembangan penduduk semakin pesat sehingga akhirnya ditentukanlah pimpinan-pimpinan suku, sehingga terdapatlah 3 buah suku yaitu Caniago, Melayu dan Tanjung. Kemudian dengan Musyawarah suku-suku dibentuklah Nagari serta Pemerintahannya.
Pada tempat Musyawarah (Balai Pertemuan) ini diberi tanda dengan menanam 3 buah batu untuk tempat duduk ninik mamak masing-masing suku sewaktu mengadakan musyawarah/Pertemuan dalam Nagari Batu Bajanjang. Kemudian untuk menandai kesepakatan tersebut suatu simbol bahwa dalam Nagari Batu Bajanjang ada tiga suku, maka masing-masing suku yang ada menanam sebatang kayu yang mana kayu yang dipilih waktu itu adalah kubang dalam artian sejenis kayu beringin, maka suku Tanjung menanam kayu kubang ini disuatu bukit yang sekarang dinamakan Bukit Kubang Teleng karena pohon tersebut mengalami hempasan angin dan mengakibatkan pohon tersebut agak mereng. Suku Caniago menanam sebatang kayu yang berlokasi disebuah bukit yang tarletak dekat dengan balai pertemuan diatas, karena pohon tersebut tumbang oleh angin kencang pohon tersebut meraok (rebah)maka sampai sekarang disebut Kubang Raok. Yang paling terakhir menanam kubang yaitu kaum Melayu yang berlokasi pula disebuah bukit yang sampai sekarang dinamakan kubang Kaciek (Kecil). Dari ketiga pohon tersebut merupakan segitaga sama sisi dari Nagari Batu Bajanjang, itulah sebabnya di Batu Bajanjang sampai saat ini masih bersatu yang disebut Tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan.